Terkadang cinta tak pernah memiliki alasan. Hanya hatimulah yang tahu.
Jangan paksakan untuk mencintai sampai kapanpun. Biarkanlah hati yang mencintai
dengan sendirinya.
iloveaceh.org.
Sepuluh bulan saya di Aceh, belum
khatam saya mengunjungi tempat wisatanya, memakan macam-macam kulinernya, mengetahui
sejarahnya, apalagi mengenal kekayaan budayanya. Kekayaan wisata Indonesia
dimulai dari sini, dari 0 KM Indonesia. Sahabat, Aceh menawarkan ratusan wisata
istimewa nan mempesona. Kamera yang selalu saya bawa, tak mampu merekam setiap
jengkal eksotisme Aceh.
Desember: Jumpa Pertama dengan Aceh Tamiang, Langsa, dan Aceh Timur
Pertama kali saya menginjakkan
kaki di Aceh adalah di Kota Langsa, sebuah kota yang masih muda dan masih imut.
Ternyata hanya sekitar tiga jam dari bandara Polonia Medan untuk mencapai sini.
Rombongan kami, guru-guru dari Jawa Barat disambut dengan upacara adat Aceh Peusijuek, kami diciprat-ciprat oleh
pandan yang basah, sungguh segar setelah seharian belum mandi. Selain itu, kami
disuguhi leumang (nasi ketan kuning).
Ehm, enak! Esok paginya, untuk pertama kalinya saya memakan Mie Aceh, mie
termashyur kelezatannya di Indonesia. Orang Aceh memang selalu heboh dalam
memasak mie, meskipun hanya sebuah mie instan, bumbu-bumbu, sayuran, dan lauk
diramu jadi satu menjadi cetar membahana. Wajib mencoba!
Januari : Memulai Perkenalan
Di
Aceh untuk menikmati wisata alamnya, kita tidak perlu merogoh kocek yang dalam.
Sebagian besar tempat wisata di Aceh adalah gratis. Di tempat tugas saya, yaitu
di Indra Makmu— Aceh Timur, terdapat sebuah labirin raksasa perkebunan sawit.
Saya merasa dimanjakan dengan sungai-sungainya yang dipenuhi batuan cantik
warna-warni, merah, kuning, hijau, bening, hitam, abu-abu, putih, dan
warna-warna campuran lainnya. Airnya pun jernih, sehingga ikan kecil dan batu-batu
dari dasar sungainya pun bisa kelihatan. Minggu-minggu awal saya di Aceh, saya
hobi mengumpulkan batu-batu cantik, sampai kadangkala saya berhasil
mengumpulkan sekarung.
Aceh memiliki banyak laut, oleh karena itu, hampir
setiap hari saya memakan makanan hasil olahan ikan laut. Bila saya merasa bosan
di tempat tugas, saya suka berkunjung ke pantai. Ada beberapa pantai yang
pernah saya kunjungi diantaranya Pantai Keutapang Mameh, Kuala Idi, dan Kuala
Langsa. Kuala artinya pantai dalam bahasa Indonesia. Yang paling menjadi favorit
saya adalah Kuala Langsa.
Kuala Langsa
Kuala Langsa
Untuk
menuju Kuala Langsa dari Mesjid Raya Kota Langsa hanya membayar Rp 10.000
dengan menggunakan becak motor. Sepanjang perjalanan menuju Kuala Langsa, kita
akan menemukan kafe-kafe kecil yang menghidangkan makanan laut, mulai dari
kepiting, kerang, cumi, macam-macam ikan laut, juga tak lupa mie aceh. Juga
warung-warung nelayan yang menjual hasil tangkapan melautnya.
Kalau
kalian memiliki banyak waktu, kalian bisa membawa alat pancing untuk memancing
di Kuala Langsa. Saat berkunjung bersama keluarga baru saya di Aceh, kami
membakar ikan di pinggir pantai, benar-benar maknyus rasanya! Oh iya, mendekati
Kuala Langsa, lihatlah kanan kiri, ada banyak monyet-monyet liar di pohon
bakau. Lucu-lucu sekali tingkah malu-malu kucing mereka.
Berbincang dengan penghuni hutan bakau Kuala Langsa
Berbincang dengan penghuni hutan bakau Kuala Langsa
Di
Aceh Tamiang, kalian bisa mengunjungi Air Terjun Tujuh, sebuah air terjun yang
masih perawan. Jarang orang yang berkunjung kesana. Kita harus berjalan
beberapa kali di atas aliran air sungai untuk mencapai sana. Saat saya
berkunjung kesana, saya baru menyampai air terjun tingkat ke-3.
Aceh
terkenal dengan kekayaan kopinya. Kedai kopi adalah tempat favorit orang Aceh.
Kedai kpi bak jamur di musim penghujan. Tidak sulit menemukan kedai kopi
disini.
Maret: Terpesona dengan
Lhoksemawe, Banda Aceh, dan Sabang
Inilah tiga
kota yang terkenal dari Aceh. Awal bulan Maret, di minggu pagi yang biasa-biasa
saja, tiba-tiba ide itu muncul. Sebuah ide mengunjungi Lhokseumawe dengan meminjam
sehari motor tetangga. Dari Aceh Timur,
hanya sekitar 3 jam untuk dapat menikmati indah dan birunya pantai Ujong Blang di
Lhokseumawe. Di Lhokseumawe saya merasa berada di luar negeri, tepatnya di
India, hehe.. karena orang-orang yang saya temui di jalan mirip dengan
orang-orang india dan arab.
Sahabat, rasanya air mata saya mau tumpah saat pertama kali melihat mesjid Baiturahman di Banda Aceh. Dan air mata saya tumpah di museum Tsunami, sahabat. Museum Tsunami tutup, ketika saya terlalu pagi dan terlalu sore tiba disana.
Sahabat, rasanya air mata saya mau tumpah saat pertama kali melihat mesjid Baiturahman di Banda Aceh. Dan air mata saya tumpah di museum Tsunami, sahabat. Museum Tsunami tutup, ketika saya terlalu pagi dan terlalu sore tiba disana.
Tentang pantai-pantai di Lhokseumawe, Banda, dan Sabang sulit sekali untuk mendeskripsikannya. Sungguh cantik, Jernih dan luar biasa! Seperti semua keindahan, keromantisan, sekaligus kebebasan berkumpul disana. Bila berkunjung ke Banda, tinggal menyeberang dengan kapal ferry cepat sekitar 45 menit untuk mencapai kota Sabang. Sahabat, Sabang adalah sebuah kota yang tenang dan damai.
Oktober: Jatuh Cinta dengan
Lhoksemawe dan Takengon
Saya
jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Takengon. Selama di Aceh, udara yang
paling saya suka adalah udara di Takengon. Danaunya, pemandangannya, wisatanya,
buah-buahannya benar-benar, juga kerajinan khas Gayo membuat perasaan saya penuh
oleh bahagia. Seakan waktu ingin berhenti saat itu. Sahabat, kalian harus
menyaksikan matahari yang malu-malu menampakkan dirinya di pantai Ujong Blang
Lhoksemawe. Sungguh keren langit saat itu. Juga jangan lupa sebelum matahari
terbit berkunjung ke makam di Lhoksukon, dekat dengan Lhokseumawe. Ohoho, rasakanlah
sensasinya.
Makam Malikus Saleh
Makam Malikus Saleh
Di
Aceh saya belajar membuat timphan, makanan
khas Aceh yang terbuat dari adonan pisang atau labu dan tepung ketan yang
dibalut dengan pucuk daun pisang. Penganan ini merupakan penganan wajib orang
Aceh saat lebaran.
Saya selalu senang setiap kali melihat tari Aceh, Ranup Lampuan, Saman, Seudati, ataupun tari lainnya yang saya tidak tahu namanya. Saya melihat berbagai kreasi tari Aceh yaitu saat Festival Seni FLS2N. Alhamdulillah di bulan Oktober, saya berkesempatan menari Ranup Lampuan untuk menyambut tamu dari Bandung. Akhirnya cita-cita saya kesampaian juga untuk memakai pakaian adat Aceh dan belajar tari Aceh.
Gladi Resik sebelum tampil di depan para tamu undangan
Yang paling spesial disini adalah mesjid. Mesjid-mesjid disini bagus-bagus, megah, dan besar. Disini kita bisa sambil wisata rohani.
Saya selalu senang setiap kali melihat tari Aceh, Ranup Lampuan, Saman, Seudati, ataupun tari lainnya yang saya tidak tahu namanya. Saya melihat berbagai kreasi tari Aceh yaitu saat Festival Seni FLS2N. Alhamdulillah di bulan Oktober, saya berkesempatan menari Ranup Lampuan untuk menyambut tamu dari Bandung. Akhirnya cita-cita saya kesampaian juga untuk memakai pakaian adat Aceh dan belajar tari Aceh.
Gladi Resik sebelum tampil di depan para tamu undangan
Yang paling spesial disini adalah mesjid. Mesjid-mesjid disini bagus-bagus, megah, dan besar. Disini kita bisa sambil wisata rohani.
Sepuluh
bulan tidak terasa, rasanya seperti baru kemarin datang dan harus pergi lagi. 31
Oktober 2012, saya berpisah dengan Aceh. Tiba kembali di Jawa Barat, bukannya
mengeluh keletihan akibat perjalanan jauh, justru membuat saya semakin kehausan
untuk menjelajah daerah wisata Aceh kembali. Tentunya dengan jalur yang lain
yang tak kalah menarik. Saya ingin berjumpa kembali dengan keluarga, tetangga,
dan murid-murid saya di Aceh. Semoga akan ada pertemuan kembali dengan Aceh
yang bersenandung akrab.
Aceh,
kau jauh di mata, namun dekat di hati. Untungnya saya follow @iloveaceh, sehingga saya bisa terus tahu dan bisa memantau kabar-kabar dari Aceh.