Jumat, 17 September 2010

Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas XII SMA/MA

oleh Fitri Nuur Alimah


1. Anatomi Buku Teks

Buku teks Bahasa Indonesia kelas XII terbitan Bumi Aksara yang ditulis oleh Ichsana Sahid Warsanto, Sunarno Wignyodarsono, dan Widodo Utomo bila dilihat secara sekilas sudah cukup menarik dan dapat menunjang pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XII.

Bungkus buku berwarna biru tua bergambar suasana pembelajaran di sebuah kelas sudah cukup menarik, namun belum mencerminkan bahwa buku ini adalah buku pelajaran bahasa sastra indonesia, seharusnya bungkus buku bergambar kegiatan-kegiatan pembelajaran bahasa ataupun sastra, seperti gambar siswa yang sedang membaca puisi, siswa yang sedang berada di lab bahasa, tokoh bahasa dan sastra Indonesia, ataupun photo pertunjukan drama.

Sampul buku teks bahasa indonesia ini masih soft cover, sehingga bila sering dibuka dan dibaca, dalam waktu setahun pun cover bukunya sudah berubah bentuk dan robek di kanan atas dan kanan bawah.

Halaman depan dan halaman persembahan buku dalam buku ini disatukan dalam satu halaman, dengan dominan berwarna coklat dengan gambar gunung dan sungai. Jadi antara cover buku dan halaman depan tidak terdapat kemiripan gambar.

Halaman hak cipta ada, di halaman hak cipta pada buku ini tertulis “cetakan pertama, januari 2005”, dan buku ini dicetak oleh Sinar Grafika Offset.

Halaman pengantar pada buku ini ditulis oleh penulisnya sendiri. Dalam halaman pengantar buku ini berisi ucapan syukur, acuan buku, standar kompetensi, tujuan pembelajaran bahasa sastra Indonesia, serta ucapan terima kasih. Halaman pengantar pada buku ini cukup banyak, terdiri dari 3 halaman. Pada buku ini tidak terdapat halaman pengantar yang ditulis oleh orang lain.

Sebelum daftar isi, buku ini memasukan kurikulum 2004 bahasa Indonesia SMA kelas 3 yang berjumlah lima halaman. Hal seperti ini bagus sekali, sehingga siswa ataupun guru dapat membandingkan isi/materi buku teks dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah.

Halaman isi buku ini menggunakan kata ”Kaji 1, Kaji 2, Kaji 3, dst.” dan dari setiap ”kaji” berisi ”saji” seperti ”saji 1, saji 2, saji 3, dst.”. Untuk latihannya, buku ini menggunakan kata ”uji kaji”. Kata kaji, saji, uji saji memang tidak umum digunakan dalam buku teks bahasa Indonesia, karena umumnya buku teks menggunakan kata unit, bab, ataupun pelajaran. Namun, itulah yang membedakan buku terbitan Bumi Aksara ini dengan buku terbitan penerbit lainnya.

Daftar pustaka pada buku ini memiliki nama ”senarai rujukan”, indah sekali. Dalam daftar pustaka buku ini kita dapat melihat bahwa buku ini kaya akan sumber materinya, karena buku teks ini memiliki lebih dari 100 sumber yang berbeda. Salut untuk para penulis buku ini. Namun sayang, buku ini belum dilengkapi dengan indeks pengarang ataupun indeks judul. Selain itu, buku teks ini belum memiliki glosarium. Seperti yang kita ketahui sebuah glosarium sangat penting bagi siswa, karena bila terdapat kata-kata asing bagi siswa, siswa dapat mencarinya dalam glosarium, selain itu glosarium bermanfaat sekali untuk memperkaya wawasan bahasa siswa.

Buku ini sudah memiliki halaman pengarang, dari halaman pengarang kita dapat mengetahui bahwa ketiga penulis buku ini yaitu Sunarno Wignyodarsono, Ichsanu Sahid Warsanto, dan Widodo Utomo adalah kepala sekolah dari sekolah yang berbeda-beda.

2. Isi buku

Halaman pendahulu dari setiap bab buku teks bahasa Indonesia ini berbentuk sebuah bagan yang berisi peta konsep. Peta konsep menjelaskan alur pemikiran yang sistematis dalam satu kaji. Dalam peta konsep, diuraikan apa saja yang akan dipelajari tentang kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra, jadi terdapat keseimbangan antara bahasa dan sastra. Keempat aspek kemampuan berbahasa yaitu aspek mendengarkan, aspek berbicara, aspek membaca, dan aspek menulis pun sangat diperhatikan, terbukti dari setiap kaji selalu ada tugas dari empat aspek itu.

Tidak hanya itu, setelah peta konsep yaitu pada halaman pendahulu terdapat gambar yang mencerminkan isi kaji, seperti halaman pendahulu kaji 1 yang gambar kartun tokoh-tokoh pewayangan berjas berebut kursi pemerintah disampingnya bendera nerah putih, gambar ini sesuai dengan kaji 1 yaitu ”Selamat datang presiden dan wakil presiden baru”. Dalam halaman pendahulu buku teks disamping gambar yang mencerminkan kaji, terdapat kompetensi dasar yang ditetapkan pemerintah. Kompetensi dasar merupakan pokok-pokok materi yang dibahas dalam kaji dan kejadian yang dilihat yang bersumber dari kompetensi dasar. dibawah kompetensi dasar terdapat indikator. Indikator merupakan pokok-pokok materi yang harus dikuasai siswa dalam suatu kegiatan belajar. Setelah indikator, barulah saji, saji merupakan uraian materi pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar yang harus dipahami siswa, sehingga siswa berpikir secara kreatif. Oleh karena itu, materi saji yang dipaparkan pada buku ini hanya sedikit, bahkan ada beberapa saji yang tidak berisi materi. Buku ini lebih menitikberatkan pada wacana dan latihan. Sehingga siswa lebih banyak mencari, hal ini bagus untuk merangsang san menumbuhkan kreativitas siswa.

Setiap saji memiliki wacana yang mendukung kompetensi dasar. Wacana buku ini selanjutnya menjadi bahan pembelajaran dari aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan aspek menulis sebagai sarana kegitan belajar bahasa dan sastra siswa. Buku ini sangat kaya dengan wacana. Wacana-wacana pada buku ini umumnya berasal dari media cetak seperti koran, buku, dan lain-lain.

Halaman isi buku teks ini terdiri dari ”latih”, uji kaji, dan apresiasi sastra yang dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. ”latih” dan ”uji kaji” pada buku teks ini sudah bagus untuk mengetahui pemahaman siswa. Siswa pun tidak hanya diberi pertanyaan-pertanyaan pengertian ataupun ciri-ciri, namun juga dirangsang kreativitas dan kemampuannya menganalisis dan mengeluarkan pendapatnya dengan peranyaan-pertanyaan tentang pendapat siswa, diberi latihan untuk menulis, berbicara, menyimak, dan juga membaca. Uji kaji sangat bermanfaat sebagai tolak ukur penguasaan siswa atas materi yang dipelajarinya sekaligus memberikan bekal kepada siswa untuk selalu siap menghadapi ulangan harian dan ulangan semesteran. Sedangkan apresiasi sastra pada buku ini berisikan tugas kepada siswa agar lebih banyak mengapresiasi karya sastra dengan membaca dan mencatat beberapa hal menarik dari karya sastra yang dibacanya itu. Jadi, setiap siswa memiliki banyak wawasan tentang sastra indonesia.

Halaman penyudah pada buku ini hanya berupa wicara aji. Wicara aji ini berisi wawasan dan horizon pengetahuan yang luas kepada siswa untuk pembinaan budi pekerti. Buku teks ini tidak memiliki catatan, rangkuman, refleksi, lampiran ataupun pustaka. Hal ini sangat disayangkan karena catatan atau rangkuman sangat bermanfaat bagi siswa untuk memperjelas dan mengetahui inti materi dari setiap ”saji’ ataupun ”kaji”. Pustaka dari setiap saji dan kaji pada buku teks ini disatukan pada halaman akhir buku.

3. Susunan Bab Buku

Bagian pendahuluan pada buku ini sudah memuat gambar yang mencerminkan isi/materi kaji (bab), seperti pendahuluan pada kaji 1 yang gambar kartun tokoh-tokoh pewayangan berjas berebut kursi pemerintah disampingnya bendera nerah putih, gambar ini sesuai dengan kaji 1 yaitu ”Selamat datang presiden dan wakil presiden baru”. Namun pada bagian pendahuluan tidak terdapat kata-kata mutiara, pada buku teks ini kata-kata mutiara/ wicara aji diletakkan setelah uji latih (latihan).

Dalam halaman pendahulu buku teks, disamping gambar yang mencerminkan kaji, terdapat kompetensi dasar yang ditetapkan pemerintah. Disamping gambar terdapat kompetensi dasar. Kompetensi dasar merupakan pokok-pokok materi yang dibahas dalam kaji dan kejadian yang dilihat yang bersumber dari kompetensi dasar. Setelah kompetensi dasar terdapat indikator. Indikator merupakan pokok-pokok materi yang harus dikuasai siswa dalam suatu kegiatan belajar. Indikator pada buku ini berfungsi sebagai tujuan dan sasaran yang harus dicapai siswa.

Berbicara tentang batang tubuh setiap saji pada buku teks ini cukup menarik, karena buku teks ini banyak memiliki bingkai bahasa. Bingkai bahasa pada buku ini diberi nama ”Dian Wacana”, ”Dian Wicara”, ”Dian Baca”, ”Dian Pena”, dan ”Dian Sastra”. Dian-dian itu memberikan materi pengayaan dalam pembelajaran bahasa dari aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan kesasteraan. Contohnya pada Dian Baca 1 yang berjudul Tujuh Keajaiban Membaca dan Menulis Buku yang memaparkan bahwa membaca buku sama dengan menumbuhkan dendrit otak, menulis sama dengan menata pikiran, membaca buku berarti mengolahrgakan pikiran, dan seterusnya. paparan seperti ini bila dibaca siswa dapat menggugah siswa untuk lebih banyak membaca dan menulis.

Selain Dian Wacana”, ”Dian Wicara”, ”Dian Baca”, ”Dian Pena”, dan ”Dian Sastra”, terdapat pula kotak-kotak yang berisi biografi singkat tentang tokoh-tokoh bahasa dan sastra Indonesia dan karya-karyanya yang diberi nama “Berkenalan dengan...”, hal ini bagus bila dibaca oleh siswa, diharapkan siswa dapat mengambil pelajaran dari biografi singkat para tokoh, selain itu wawasan siswa tentang tokoh-tokoh sastra dan bahasa indonesia dapat bertambah, seperti siswa yang sebelumnya belum mengenal Cunong Nonok Suraja, Danarto, Husni Djamaludin ataupun Sulaeman Djuned dapat mengenal mereka setelah membaca buku teks ini.

Ilustrasi gambar atau grafis pada buku teks ini kurang menarik, karena warnanya masih hitam putih, selain itu hanya sedikit ilustrasi dari setiap kaji /bab-nya. Di setiap gambarnya pun belum diberi judul gambar ataupun sumbernya. Sehingga banyak sekali photo-photo hitam putih pada buku teks ini yang tidak dapat kita ketahui namanya, karena tidak diberi judul ataupun nama. Sepertinya gambar pada buku ini kurang diperhatikan oleh penulisnya, gambar-gambar pada buku ini seperti hanya pelengkap dan hanya seadanya.

Tabel ataupun bagan pada buku teks ini sudah cukup baik, dan dapat membantu siswa untuk memahami lebih jelas materi yang dipaparkan. Pada buku teks ini tidak ditemukan catatan kaki. Penulis sepertinya kurang menyadari pentingnya catatan kaki, karena buku setebal 320 halaman ini tidak ada satupun catatan kaki.

Bagian penyudah pada buku teks ini hanya terdiri dari uji kaji yang berisi latihan dan soal-soal dan wicara aji yang berisikan kata-kata mutiara. Yang disayangkan pada buku teks ini yaitu pada bagian penyudah tidak terdapat catatan, rangkuman, refleksi, lampiran ataupun pustaka.

Variasi Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda di Labuan Banten

A. Transkrip data

Dialog penjual jasa boat dengan mahasiswa.

Bapak 1 : Teh, mau ditato? Murah kok cuma lima belas ribu ajah!

Penanya : Lima ribu aja deh, gimana?

Bapak : ini sudah murah Teh.

Penanya : A, bisa bahasa kedondong nggak? Klo bisa nanti saya mau ditato deh.

Bapak 1 : Gak bisa, Klo bukan asli kedondong mah rada susah.

Penanya : Aa asli Carita?

Bapak 1 : Iya asli Carita, tapi nggak bisa bahasa Kedondong.

Penanya : Kenapa nggak bisa?

Bapak 1 : Kan bergaul sama orang-orang, jadi campur bahasa Jawa sama Sunda.

Penanya : Ohh..

Bapak 2 : mpok, Den lagi ape?

Penanya : lagi jalan-jalan aja Pak, mau cari orang kedondong.

Bapak 1 : sini aja disini ada orang kedondong. Dia asli orang kedondong.

Penanya : tapi bisa bahasa Indonesia?

Bapak 2 : bisa tapi susah ngomongnya, biasa orang zaman dulu.

Penanya : Oooo...

Bapak 3 : Ayo mpok mau dengar bahasa cangkek tidak? Nanti dikasih bahasa aneh.

Asal naek boat ke Pasir Putih.

Penanya : Memangnya berapa naik boat ke Pasir putih?

Bapak 2 : Kalo mau ke pasir putih bayarnya 20 ribu.

Bapak 3 : Ayo mau tidak sama mpok naek boat? Tidak basah, beda dengan banana

boat. Disono kan tau… tempat pariwisata. Kalau boat itu seadanya juga

brangkat.

Bapak 2 : Kalo nanti keliling Lippo carita, kita sambil wawancara.

Penanya : Hm...gimana ya?! Nanti saya coba ajaik yang lain. Kita ngobrol aja dulu

sambil nunggu yang lain.

Penanya : Pak klo bahasa cangkek itu seperti apa?

Bapak 2 : itu bahasa orang kedondong zaman dulu, disono ada tempat leluhur kita gitu

dulu, hutan, kita harus berbicara bahasa Cangkek kalau tidak tidak akan bisa keluar dari sana.

Penanya : Oh ya Pak, bapak selain kerja disini kerja apa lagi?

Bapak 3 : saya kerja jadi nelayan dan pembuat pindang.

Penanya : saya taunya pindang keureut

Bapak 2 : pindang keureut eta beuneur.

Keterangan

Bapak 1 : Asli orang carita. Pekerjaan Penjual jasa tato

Bapak 2 : Asalnya orang Sukabumi. Penjaja Boat

Bapak 3 : Asli orang Kedondong-Carita. Penjaja Boat.

Dialek betawi namanya Ratih

Dialog Ibu rumah tangga dengan mahasiswa.

Penanya : Selamat Siang...

Ibu boleh tanya-tanya?

Ibu Ratih : Oh iya, Dek.

Penanya : Nama ibu siapa?

Ibu Ratih : Ibu, Ratih.

Penanya : Ibu pekerjaanya apa? Kalau suami ibu?

Ibu Ratih : Ibu suka ngasin, tapi sekarang lagi pere, ikannya dibawain semua, kalo

suami ibu, suka ke laut. Kadang ke laut dapet, kadang gak, Dek.

Penanya : Ibu di sini kok sepi ya? Nelayannya pada kemana?

Ibu Ratih : Itu.........motor-motor pada ke Lampung, pada babang.

Penanya : Babang itu apa bu?

Ibu Ratih : Babang itu jadinya disana ajah, babang itu cuma empat

bulan, nanti ke sini lagi kalo udah gak paceklik. Orang sini bilangnya

babang.

Penanya : itu bahasa Jawa atu bahasa Sunda Bu?

Ibu Ratih : bahasa Jawa, orang Jawa bilangnya babang, Indonesianya aslinya

merantou.

Penanya : Ibu asli mana, Bu?

Ibu Ratih : Ibu sebenernya asli Jakarta, kelahiran Tanjung Priok. Cuman ibu udah lama tinggal disini. Udah 30 tahun. Anak ibu tiga belas biji. Yang masih sekolah empat lagi.

Penanya : Klo anak Ibu pendidikan paling tinggi apa?

Ibu Ratih : Anak ibu cuman sampai SMP, gak mau kuliah. Kalo lelaki, maunya ke

laut. Ke laut bekelnya 300ribu...300 ribu. Solarnya kan mahal. Solarnya

naek lagi. Roko-roko naek jadi 10-12 ribu. Beras mah agak turun. Yang

kesini banyak mahasiswa dari Jakarta, darimana... Enak klo sore banyak

yang mancing di sini. Dapet ikan kakap. Itu anak-anak kecil pagi-pagi

udah pada bawa pancing.

Penanya : Bu anak-anak pada dapet banyak ya mancingnya?

Ibu Ratih :Itu ikan Beesan, kecil-kecil, ga bisa dimakan, buat bikin pur.

A. Analisis Data

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7-8 April 2010. bertempat di kabupaten Pandeglang, kecamatan Labuan, yang meliputi 2 daerah penelitian yaitu, Desa Teluk, dan Desa Carita.

1. Variasi Kode Bahasa dilihat dari Pemilihan Bahasa pada Masyarakat Labuan

Perian variasi kode dalam penelitian ini mencakupi dua hal, yaitu (1) kode yang berwujud bahasa, (2) kode yang berwujud dialek.

Kode yang Berwujud Bahasa

Dari sejumlah peristiwa tutur yang terjadi dalam masyarakat Labuan di Banten, tampaklah bahwa penggunaan kode BS paling dominan. Dalam masyarakat pesisir pantai, penggunaan bahasa Jawa tampak dominan bukan hanya pada ranah keluarga, melainkan juga pada ranah di luar rumah.

(01) Konteks: Percakapan tiga peserta tutur (penutur I 27 tahun; penutur II

50 tahun; penutur III 59 tahun) di ranah pergaulan dalam masyarakat pada situasi penjualan jasa tato.

P1 : mau tanya bahasa kedondong?! Tanya saja ke bapak itu. Dia asli kedondong. Liat aja wajahnya tua gitu. Wajah jadul.

P2 : ni mpok-mpok, ini orang kedondong.

P3 : mo pada ke mane mpok?

P2 : awas, dia mah suka becanda!

P1 : mbak ayo pake tato. Murah.... Cuma 15 ribu.

X: bapak pekerjaannya apa?

P3 : saya kerja jadi nelayan.

P2 : itu loh mbak yang suka bikin pindang.

Dalam percakapan tersebut, petutur dominan menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi penggunaan bahasa Indonesia pada setiap petutur sangat berbeda. Petutur yang lebih muda cenderung lebih bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sedangkan yang lainnya terlihat kurang menguasai bahasa nasional tersebut.

Ternyata pemilihan bahsa Indonesia tidak hanya terjadi dalam ranah pemerintahan, agama, ataupun acara resmi lainnya. Pada percakapan penawaran tato juga terjadi variasi bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Kode yang Berwujud Dialek

Pada wujud dialek, masyarakat dominan menggunakan dialek jawa Banten dalam komunikasi, salah satunya pada mahasiswa. Jadi masyarakat menggunakan pemilihan kosakata yang berbeda dalam beberapa situasi, antara lain pada ranah keluarga, ketetanggaan, pemerintahan, pendidikan, agama, dan upacara adat. Tuturan berikut merupakan penggunaan variasi dialek Melayu Banten dalam situasi santai.

Nama ibu siapa?

Ibu Ratih : Ibu, Ratih.

Penanya : Ibu pekerjaanya apa? Kalau suami ibu?

Ibu Ratih : Ibu suka ngasin, tapi sekarang lagi pere, ikannya dibawain semua, kalo

suami ibu, suka ke laut. Kadang ke laut dapet, kadang gak, Dek.

Penanya : Ibu di sini kok sepi ya? Nelayannya pada kemana?

Ibu Ratih : Itu.........motor-motor pada ke Lampung, pada babang.

Penanya : Babang itu apa bu?

Ibu Ratih : Babang itu jadinya disana ajah, babang itu cuma empat

bulan, nanti ke sini lagi kalo udah gak paceklik. Orang sini bilangnya

babang.

Penanya : itu bahasa Jawa atu bahasa Sunda Bu?

Ibu Ratih : bahasa Jawa, orang Jawa bilangnya babang, Indonesianya aslinya

merantou

Percakapan di atas menggunakan variasi bahasa Melayu Banten yang dapat dilihat pada tuturan, Penanya: ” Ibu di sini kok sepi ya? Nelayannya pada kemana?” dan dijawab oleh Ibu Ratih: ”Itu.........motor-motor pada ke Lampung babang”. Dalam wacana percakapan di atas terlihat adanya pemilhan kode bahasa yang berupa variasi bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Pemilihan kode tersebut dilakukan oleh penutur dengan hubungan antarpenutur sehingga lebih mengakrabkan antara penanya dengan ibu yang diwawancara.

Variasi Bahasa Onomasiologis

Berikut ini adalah hasil klasifikasi pengumpulan kosakata yang kami dapat dari teknik wawancara dan teknik observasi (simak, libat, dan lihat) di Labuan Banten.

Tabel Variasi Bahasa Onomasiologis

Bahasa Jawa-Banten

Bahasa Jawa

Bahasa

Sunda-Banten

Bahasa Sunda

Bahasa

Indonesia

Mbok

embok

Emak

indung

ibu

Bapa nde

simbah

Aki

aki

kakek

teteh

mbakyu

Teteh

teteh

kakak

sireu

kowe

Sire

anjeuna

kamu

raos

sedep

Ngeunah

raos

enak

iwak

iwak

Lauk

lauk

Ikan

nong

mbak

Nong

eneng

nona

laut

pesisir

laut

basisir

Pantai

bocah

bocah

Budak Leutik

Budak leutik

Anak-anak

butek

butek

keruh

kiruh

keruh

guyon

geguyon

heureuy

heureuy

Sendagurau

dolan

dolan

main

Ameng/ulin

Main

pasir

wedhi

pasir

keusik

Pasir

juragan

juragan

majikan

dunungan

majikan

Essai Aspek Didaktik pada Permainan Anak “Ampar-ampar Pisang”

Ampar-ampar Pisang Pengoptimal Kecerdasan Majemuk Anak

oleh Fitri Nuur Alimah


Anak-anak tak lepas dari kegiatan bermain, baik permainan tradisional maupun permainan anak modern. Permainan tradisional adalah permainan yang tercipta di masa lampau, jadi barang atau sesuatu yang digunakan untuk bermainnya masih sederhana, seperti batu, ranting, kapur, dan lain-lain. Sedangkan permainan modern adalah permainan yang tercipta lebih akhir, dan biasanya menggunakan peralatan canggih, seperti game The Sims, Happy Pets, dan Restaurant City yang menggunakan komputer untuk bermain.

Kini, kita mulai jarang melihat anak-anak bermain permainan tradisional bersama kawan-kawannya di sekitar rumah ataupun sekolah di perkotaan. Padahal, anak-anak sebaiknya diajarkan permainan-permainan tradisional. Karena permainan tradisional mengajarkan banyak nilai baik, selain melatih anak untuk bersosialisasi dengan kawan-kawannya, anak-anak juga belajar bekerja sama, menumbuhkan sikap siap menang dan kalah, mengenal dan memanfaatkan benda-benda di sekelilingnya, bersikap kreatif, dan pantang menyerah. Permainan tradisional juga dapat membuat anak menjadi ceria, gesit, aktif, dan lebih sehat karena banyak bergerak.

Permainan anak yang masih sering dimainkan anak-anak hingga sekarang diantaranya petak umpet, ular naga, ampar-ampar pisang, ucing kup, sondah, lompat tali, dan masih banyak lagi. Ampar-ampar pisang adalah salah satu permainan favorit saya waktu kecil. Permainan Ampar-ampar Pisang ini merupakan permainan anak-anak yang awalnya digunakan masyarakat Kalimantan Selatan. Kini, permainan ini tidak hanya dimainkan di Kalimantan Selatan, tetapi berkembang dan diwariskan secara turun-temurun di nusantara, salah satunya di Jawa Barat.

Ampar-ampar Pisang bisa dimainkan oleh dua orang, empat orang, hingga enam orang. Permainan Ampar-ampar Pisang ini bisa dimainkan dengan berdiri, bisa pula dengan duduk. Cara bermainnya pun bisa menggunakan tangan, kaki, ataupun tongkat. Cara bermain permainan ampar-ampar pisang yang menggunakan tangan; pada awal mulai permainan kita terlebih dahulu memberikan aba-aba dalam memulai bermain agar dalam memulai permainan harus serempak. Kemudian menepukkan tangan bersama teman main dengan irama sambil menyanyikan lagu Ampar-ampar Pisang, bertepukkan tangan saling bergantian ke teman yang lain, baik yang di depan kita dan di samping kita. Permainan Ampar-ampar pisang lipat kaki, memiliki aturan setiap kali lagu selesai dinyanyikan, maka kaki yang terakhir ditunjuk harus dilipat, demikian hingga tersisa satu kaki, dan orang tersebutlah yang dinyatakan kalah. Permainan Ampar-ampar Pisang yang menggunakan tongkat biasa dimainkan saat pramuka.

Rata-rata teman kuliah saya pernah memainkan permainan tradisonal Ampar-ampar Pisang sewaktu kecil, walaupun daerah asal kami berbeda. Hal itu disebabkan karena permainan ampar-ampar pisang melaui proses transmisi dari daerah awal mula lagunya yaitu Kalimantan Selatan ke wilayah-wilayah nusantara lainnya seperti Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi.

Ternyata lagu Ampar-ampar Pisang yang sering saya nyanyikan sewaktu bermain permainan Ampar-ampar Pisang agak sedikit berbeda dengan lagu Ampar-ampar pisang yang teman saya nyanyikan, padahal kami sama-sama berasal dari Jawa Barat. Hal ini karena Ampar-ampar pisang adalah salah satu sastra lisan yang kami terima sewaktu kanak-kanak, jadi bisa bertransformasi berdasarkan pendengarnya dan apa yang ditangkap pemakainya.

Lagu Ampar-ampar Pisang diciptakan oleh Hamiedan AC. Perbedaan lirik yang biasa saya nyanyikan dengan lagu Ampar-ampar Pisang karya Hamiedan AC, yaitu pertama pada bagian Pisangku balum masak” yang saya dan kawan-kawan saya nyanyikan “Pisangku belum masak”. Yang kedua “Masak sabigi, dihurung bari-bari” saya dan kawan-kawan saya menyanyikan “Masak sebiji, dikurung bari-bari”. Yang ketiga “Margalepok, margalepok” ada yang “Manggalepok, manggalepok” padahal seharusnya “Manggalepo, manggalepok”. Lirik yang “apinya kakurupan” biasa saya dan kawan nyanyikan “apinya cengcurupan” ada juga yang menyanyikan “apinya kesurupan”, dan masih banyak lagi.

Perbedaan-perbedaan lirik lagu Ampar-ampar Pisang yang asli dengan yang biasa saya dan kawan-kawan nyanyikan saat bermain permainan Ampar-ampar Pisang bisa tidak terjadi, bila di sekolah diajarkan permainan-permainan tradisional bersama lagunya, khususnya di tingkat TK (Taman Kanak-Kanak) dan tingkat SD (Sekolah Dasar). Permainan tradisional, contohnya Ampar-ampar Pisang memuat aspek didaktik, diantaranya membuat anak menjadi kreatif, karena permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Selain itu dapat mengembangkan kecerdasan majemuk anak, seperti kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan linguistik, kecerdasan logika, kecerdasan personal, kecerdasan spritual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan iterpersonal.

Permainan ampar-ampar pisang menumbuhkan kecerdasan kinestetik, karena Ampar-ampar pisang menuntut anak untuk bergerak lincah dan serempak. Ampar-ampar pisang menumbuhkan kecerdasan musikal karena saat bermain ampar-ampar pisang, si anak harus sambil menyanyikan lagu Ampar-ampar pisang. Mengembangkan kecerdasan linguistik, karena dalam bermain ampar-ampar pisang menggunakan bahasa verbal yaitu lagu ampar-ampar pisang. Kecerdasan logika, permainan Ampar-ampar pisang menuntut anak untuk bertepuk tangan bersama temannya dengan berirama, jadi menepukkan tangan ke depan sekali, ke atas sekali, ke bawah sekali, ke samping kanan sekali, ke samping kiri sekali, dan seterusnya, anak-anak harus menghitung tepukkannya. Kecerdasan personal dan kecerdasan emosi pada ampar-ampat pisang yaitu menumbuhkan sikap pantang menyerah, dan sportif bila salah ataupun kalah. Kecerdasan interpersonal, Ampar-ampar pisang menumbuhkan sikap empati dengan lawan mainnya, bersosialisasi dengan temannya, dan bekerja sama dengan lawan mainnya agar tercipta gerak dan lagu yang harmonis.

Dengan demikian, permainan tradisional harus ditransmisikan dan diajarkan kepada anak-anak mulai dari usia balita hingga anak-anak tingkat sekolah dasar, agar perkembangan anak menjadi optimal. Pelestarian permainan tradisional adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah daerah diharapkan memperbanyak lahan bermain untuk anak-anak. Depdiknas hendaknya memasukkan permainan tradisional pada kurikulum tingkat sekolah dasar, bisa pada mata pelajaran pendidikan jasmani ataupun pelajaran pendidikan seni budaya.