Sabtu, 16 Februari 2013

Aceh Menjerat Hatiku

Terkadang cinta tak pernah memiliki alasan. Hanya hatimulah yang tahu. Jangan paksakan untuk mencintai sampai kapanpun. Biarkanlah hati yang mencintai dengan sendirinya.


 iloveaceh.org.
Sepuluh bulan saya di Aceh, belum khatam saya mengunjungi tempat wisatanya, memakan macam-macam kulinernya, mengetahui sejarahnya, apalagi mengenal kekayaan budayanya. Kekayaan wisata Indonesia dimulai dari sini, dari 0 KM Indonesia. Sahabat, Aceh menawarkan ratusan wisata istimewa nan mempesona. Kamera yang selalu saya bawa, tak mampu merekam setiap jengkal eksotisme Aceh. 

Desember: Jumpa Pertama dengan Aceh Tamiang, Langsa, dan Aceh Timur
Pertama kali saya menginjakkan kaki di Aceh adalah di Kota Langsa, sebuah kota yang masih muda dan masih imut. Ternyata hanya sekitar tiga jam dari bandara Polonia Medan untuk mencapai sini. Rombongan kami, guru-guru dari Jawa Barat disambut dengan upacara adat Aceh Peusijuek, kami diciprat-ciprat oleh pandan yang basah, sungguh segar setelah seharian belum mandi. Selain itu, kami disuguhi leumang (nasi ketan kuning). Ehm, enak! Esok paginya, untuk pertama kalinya saya memakan Mie Aceh, mie termashyur kelezatannya di Indonesia. Orang Aceh memang selalu heboh dalam memasak mie, meskipun hanya sebuah mie instan, bumbu-bumbu, sayuran, dan lauk diramu jadi satu menjadi cetar membahana. Wajib mencoba!
  Beberapa makanan khas Aceh : Mie Goreng, Leumang, dan Timphan

Januari : Memulai Perkenalan
                Di Aceh untuk menikmati wisata alamnya, kita tidak perlu merogoh kocek yang dalam. Sebagian besar tempat wisata di Aceh adalah gratis. Di tempat tugas saya, yaitu di Indra Makmu— Aceh Timur, terdapat sebuah labirin raksasa perkebunan sawit. Saya merasa dimanjakan dengan sungai-sungainya yang dipenuhi batuan cantik warna-warni, merah, kuning, hijau, bening, hitam, abu-abu, putih, dan warna-warna campuran lainnya. Airnya pun jernih, sehingga ikan kecil dan batu-batu dari dasar sungainya pun bisa kelihatan. Minggu-minggu awal saya di Aceh, saya hobi mengumpulkan batu-batu cantik, sampai kadangkala saya berhasil mengumpulkan sekarung.
               Aceh memiliki banyak laut, oleh karena itu, hampir setiap hari saya memakan makanan hasil olahan ikan laut. Bila saya merasa bosan di tempat tugas, saya suka berkunjung ke pantai. Ada beberapa pantai yang pernah saya kunjungi diantaranya Pantai Keutapang Mameh, Kuala Idi, dan Kuala Langsa. Kuala artinya pantai dalam bahasa Indonesia. Yang paling menjadi favorit saya adalah Kuala Langsa.
                                                                                                                   Kuala Langsa
                Untuk menuju Kuala Langsa dari Mesjid Raya Kota Langsa hanya membayar Rp 10.000 dengan menggunakan becak motor. Sepanjang perjalanan menuju Kuala Langsa, kita akan menemukan kafe-kafe kecil yang menghidangkan makanan laut, mulai dari kepiting, kerang, cumi, macam-macam ikan laut, juga tak lupa mie aceh. Juga warung-warung nelayan yang menjual hasil tangkapan melautnya.
                Kalau kalian memiliki banyak waktu, kalian bisa membawa alat pancing untuk memancing di Kuala Langsa. Saat berkunjung bersama keluarga baru saya di Aceh, kami membakar ikan di pinggir pantai, benar-benar maknyus rasanya! Oh iya, mendekati Kuala Langsa, lihatlah kanan kiri, ada banyak monyet-monyet liar di pohon bakau. Lucu-lucu sekali tingkah malu-malu kucing mereka.

                                                           Berbincang dengan penghuni hutan bakau Kuala Langsa

                Di Aceh Tamiang, kalian bisa mengunjungi Air Terjun Tujuh, sebuah air terjun yang masih perawan. Jarang orang yang berkunjung kesana. Kita harus berjalan beberapa kali di atas aliran air sungai untuk mencapai sana. Saat saya berkunjung kesana, saya baru menyampai air terjun tingkat ke-3.
                Aceh terkenal dengan kekayaan kopinya. Kedai kopi adalah tempat favorit orang Aceh. Kedai kpi bak jamur di musim penghujan. Tidak sulit menemukan kedai kopi disini. 

Maret: Terpesona dengan Lhoksemawe, Banda Aceh, dan Sabang
                Inilah tiga kota yang terkenal dari Aceh. Awal bulan Maret, di minggu pagi yang biasa-biasa saja, tiba-tiba ide itu muncul. Sebuah ide mengunjungi Lhokseumawe dengan meminjam sehari motor tetangga.  Dari Aceh Timur, hanya sekitar 3 jam untuk dapat menikmati indah dan birunya pantai Ujong Blang di Lhokseumawe. Di Lhokseumawe saya merasa berada di luar negeri, tepatnya di India, hehe.. karena orang-orang yang saya temui di jalan mirip dengan orang-orang india dan arab.
   Sahabat, rasanya air mata saya mau tumpah saat pertama kali melihat mesjid Baiturahman di Banda Aceh. Dan air mata saya tumpah di museum Tsunami, sahabat. Museum Tsunami tutup, ketika saya terlalu pagi dan terlalu sore tiba disana.

              



Tentang pantai-pantai di Lhokseumawe, Banda, dan Sabang sulit sekali untuk mendeskripsikannya. Sungguh cantik, Jernih dan luar biasa! Seperti semua keindahan, keromantisan, sekaligus kebebasan berkumpul disana. Bila berkunjung ke Banda, tinggal menyeberang dengan kapal ferry cepat sekitar 45 menit untuk mencapai kota Sabang. Sahabat, Sabang adalah sebuah kota yang tenang dan damai.

Oktober: Jatuh Cinta dengan Lhoksemawe dan Takengon
                Saya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Takengon. Selama di Aceh, udara yang paling saya suka adalah udara di Takengon. Danaunya, pemandangannya, wisatanya, buah-buahannya benar-benar, juga kerajinan khas Gayo membuat perasaan saya penuh oleh bahagia. Seakan waktu ingin berhenti saat itu. Sahabat, kalian harus menyaksikan matahari yang malu-malu menampakkan dirinya di pantai Ujong Blang Lhoksemawe. Sungguh keren langit saat itu. Juga jangan lupa sebelum matahari terbit berkunjung ke makam di Lhoksukon, dekat dengan Lhokseumawe. Ohoho, rasakanlah sensasinya.
                                                                                       Makam Malikus Saleh
                Di Aceh saya belajar membuat timphan, makanan khas Aceh yang terbuat dari adonan pisang atau labu dan tepung ketan yang dibalut dengan pucuk daun pisang. Penganan ini merupakan penganan wajib orang Aceh saat lebaran.


Saya selalu senang setiap kali melihat tari Aceh, Ranup Lampuan, Saman, Seudati, ataupun tari lainnya yang saya tidak tahu namanya. Saya melihat berbagai kreasi tari Aceh yaitu saat Festival Seni FLS2N. Alhamdulillah di bulan Oktober, saya berkesempatan menari Ranup Lampuan untuk menyambut tamu dari Bandung. Akhirnya cita-cita saya kesampaian juga untuk memakai pakaian adat Aceh dan belajar tari Aceh.

                                                          Gladi Resik sebelum tampil di depan para tamu undangan

Yang paling spesial disini adalah mesjid. Mesjid-mesjid disini bagus-bagus, megah, dan besar. Disini kita bisa sambil wisata rohani.


                Sepuluh bulan tidak terasa, rasanya seperti baru kemarin datang dan harus pergi lagi. 31 Oktober 2012, saya berpisah dengan Aceh. Tiba kembali di Jawa Barat, bukannya mengeluh keletihan akibat perjalanan jauh, justru membuat saya semakin kehausan untuk menjelajah daerah wisata Aceh kembali. Tentunya dengan jalur yang lain yang tak kalah menarik. Saya ingin berjumpa kembali dengan keluarga, tetangga, dan murid-murid saya di Aceh. Semoga akan ada pertemuan kembali dengan Aceh yang bersenandung akrab. 
                Aceh, kau jauh di mata, namun dekat di hati. Untungnya saya follow @iloveaceh, sehingga saya bisa terus tahu dan bisa memantau kabar-kabar dari Aceh.