Kamis, 16 September 2010

Analisis Cerpen KOMPAS "Rumah untuk Kemenakan"

oleh Fitri Nuur Alimah


Analisis Struktural

Tema : Adat yang memaksa sebuah keluarga kecil untuk menyerahkan rumah yang selama ini mereka rawat dan mereka bangun dengan susah payah kepada keponakan mereka.

Alur : campuran

Sudut pandang : orang ketiga

Latar : Sebuah desa yang masih memegang adat nenek moyang.

Amanat : Kita boleh berencana dan berusaha, tetapi Allah yang mengatur dan menentukan.

Tokoh dan penokohan :

- Kalan : pemuda yang rajin (Mengerjakan sendiri semua perbaikan rumah daripada mengeluarkan upah. Atap yang bocor mulai diperbaiki. Dinding-dinding yang bolong ditutup. Dapur diperlayak. Kamar mandi sederhana dibuat. (Paragraf 9)), memiliki sifat optimis (“Rumah masa depan,” begitu kata Kalan bercanda karena puasnya (paragraf 10), Kalan menjelaskan pada ibu, bahwa masih banyak yang akan ia tambah agar rumah kecil itu lebih sempurna (paragraf12)).

- Darti : istri yang rajin (Darti yang pada hari-hari libur mulai bertanam bunga, paragraf 9)

- Ibu : wanita yang sangat menyayangi anaknya (“Tidak masalah. Kalau kalian mau tinggal di rumah kecil tersebut, silahkan. Toh rumah itu milik ibu,” jawab ibu ketika kuutarakan keinginanku untuk tinggal di rumah kecil tersebut. Paragraf 5).

- Mamak : paman yang sangat teguh memegang adat nenek moyang. (“Kalan, tidak biasa anak laki-laki di kampung kita ini menempati tanah kaumnya. Setiap laki-laki yang sudah punya istri akan pergi ke rumahnya yang baru, atau tinggal di rumah istrinya. Nah, bila kamu menempati rumah kecil milik ibumu itu, apa kata orang nanti. Apa kamu tidak malu digunjingkan orang sekampung?”, paragraf 24)

Kelebihan : bahasa yang digunakan dalam cerpen ini mudah dimengerti, sehingga pembaca dapat menangkap kegembiraan ketika rumah kecil yang asalnya seperti gubuk, perlahan-lahan karena Kalan dan Darti yang telaten merawat dan memperbaikinya kini menjadi rumah mungil yang bagus, dan kesedihan para tokoh ketika rumah kecil itu harus diserahkan kepada keponakannya. Penulisnya berani menceritakan tema yang jarang digunakan.

Kekurangan : dalam cerpen diceritakan tentang adat yang masih dipegang kuat, namun dalam cerpen ini saya tidak menemukan bahasa daerah setempat. Menurut saya, untuk memperkuat latar sebuah desa di Sumatera Barat, penulis sebaiknya menyelipkan bahasa daerah setempat. Ceritanya terlalu mudah ditebak, setelah membaca judulnya Rumah untuk Kemenakan, kemudian tokoh utama dibolehkan untuk menempati rumah kecil milik ibu yang tidak digunakan, kita sebagai pembaca dapat dengan mudah menebak akhir ceritanya, pasti di akhir cerita rumahnya diambil kembali. Dan ternyata benar, di akhir cerita rumah itu diambil kembali, untuk digunakna oleh keponakan.


Respon

Setelah membaca cerpen Rumah untuk Kemenakan, saya meresponnya dengan membuat puisi yang berjudul Genggaman Adat.

Genggaman Adat

Sepasang merpati memintal sarang

di atas pohon pusaka keluarganya

Dengan harapan

Setiap pagi dapat bermandikan cahaya matahari

Setiap malam dapat bermandikan cahaya bulan

Ketika suatu hari berjalan seperti biasa,

merpati jantan dipanggil elang ke sebuah ranting pohon yang kekar

Merpati datang

Elang dan merpati berkelahi di atas pohon itu,

Tetapi kebanyakan merpati hanya diam dan bertanya, tidak melawan

Ya…tentu saja merpati kalah

Merpati akhirnya terjatuh oleh genggaman Elang