Antara Khayalan dan Kenyataan
oleh Fitri Nuur Alimah
Karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan tanggapannya mengenai peristiwa sosial yang ada di masyarakatnya. Melalui teori pendekatan Mimesis kita dapat menganalisis karya sastra dengan beorientasi pada semesta. Berikut ini adalah analisis naskah drama Roh karya Wisran Hadi.
Dalam drama roh, tokoh yang muncul ada empat belas orang, dua orang manusia biasa, sedangkan yang sebelas tokoh lainnya adalah roh. Dua orang itu adalah Manda dan Ibu Suri. Manda adalah tokoh yang dapat menjadi perantara untuk memanggil roh-roh, dia bukanlah seorang tabib ataupun dukun. Manda memiliki karakter yang mistis dan suka membantu untuk memanggil roh-roh, walaupun begitu dia selalu mengingatkan ibu suri bahwa perbuatan syirik dengan memanggil roh adalah dosa.
Ibu Suri memiliki karakter keras kepala, egois, dan kasar terbukti dari dialog-dialognya yang sering memaksa Manda untuk memanggil roh walaupun Manda tidak mau, bahkan ketika permintaannya tidak dikabulkan oleh Manda, maka dia sendiri yang akan memanggil roh, dan roh yang tidak ia perlukan ia usir dengan kasar. Tokoh I hingga tokoh XIII adalah roh nenek moyang dan orang terkenal yang entah kapan dan bagaimana meninggalnya yang berhasil dipanggil Manda dan Ibu Suri. Dan ada seorang tokoh yang selalu disebut-sebut dari awal hingga akhir yaitu Suri, namun dia tidak pernah muncul.
Alur drama ini adalah maju mulai dari pertama kali Ibu Suri mencoba menggunakan jasa perantara yaitu manda untuk menanyakan Suri kepada roh-roh yang dipanggil. Karena Suri belum diketahui dengan jelas, maka Ibu Suri terus memakasa Manda untuk memanggi roh, hingga mencapai tiga belas roh yang dipanggil. Ibu Suri selalu tidak puas dengan roh yang dipanggil, hingga akhirnya ia menggali sebuah makam yang ia yakini adalah kuburan Suri. Ternyata setelah digali, dan dibuka kain kafannya, itu adalah jenazah Manda.
Latar tempat dalam naskah drama Roh ini tidak dideskripsikan dengan jelas, Wisran Hadi hanya menuliskan bahwa tampah-tampah yang berisi sesajian seperti buah-buahan, bunga, daun-daunan, kemenyan dan lainnya diletakkan dipinggir dan sudut-sudut pentas.
Tema yang diangkat adalah tentang sebuah adat pemanggilan roh dengan menggunakan jasa perantara. Wisran Hadi (2003: 406) menyebutkan bahwa pengobatan demikian masih berlangsung sampai sekarang. Tidak hanya pada masyarakat tradisional saja, tetapi juga pada masyarakat modern saat ini. Pada umumnya kegiatan pengobatan begini masih berlangsung di kampung-kampung dalam kawasan pesisir (rantau) timur Minangkabau, seperti daerah Kuantan. Cara pengobatan seperti itu disebut masyarakat di
Selain itu penceritaan Roh ini diselingi dengan randang dan indang, dua bentuk kesenian yang tradisi Minangkabau yang masih populer sampai sekarang. Berikut ini contoh dari randang dan indang:
“Suri. Jika rindu kampungmu tiba
Jangan pulang ke kampung asal
Yang kini jadi asal kampung
Dimamah lurah dirancah punah.
…………………………………”
Lewat naskah dramanya ini, Wisran Hadi telah mendokumentasikan peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat, sekaligus sebagai alat penghibur dan pendidikan bagi pembacanya.