Jumat, 17 September 2010

Essai Aspek Didaktik pada Permainan Anak “Ampar-ampar Pisang”

Ampar-ampar Pisang Pengoptimal Kecerdasan Majemuk Anak

oleh Fitri Nuur Alimah


Anak-anak tak lepas dari kegiatan bermain, baik permainan tradisional maupun permainan anak modern. Permainan tradisional adalah permainan yang tercipta di masa lampau, jadi barang atau sesuatu yang digunakan untuk bermainnya masih sederhana, seperti batu, ranting, kapur, dan lain-lain. Sedangkan permainan modern adalah permainan yang tercipta lebih akhir, dan biasanya menggunakan peralatan canggih, seperti game The Sims, Happy Pets, dan Restaurant City yang menggunakan komputer untuk bermain.

Kini, kita mulai jarang melihat anak-anak bermain permainan tradisional bersama kawan-kawannya di sekitar rumah ataupun sekolah di perkotaan. Padahal, anak-anak sebaiknya diajarkan permainan-permainan tradisional. Karena permainan tradisional mengajarkan banyak nilai baik, selain melatih anak untuk bersosialisasi dengan kawan-kawannya, anak-anak juga belajar bekerja sama, menumbuhkan sikap siap menang dan kalah, mengenal dan memanfaatkan benda-benda di sekelilingnya, bersikap kreatif, dan pantang menyerah. Permainan tradisional juga dapat membuat anak menjadi ceria, gesit, aktif, dan lebih sehat karena banyak bergerak.

Permainan anak yang masih sering dimainkan anak-anak hingga sekarang diantaranya petak umpet, ular naga, ampar-ampar pisang, ucing kup, sondah, lompat tali, dan masih banyak lagi. Ampar-ampar pisang adalah salah satu permainan favorit saya waktu kecil. Permainan Ampar-ampar Pisang ini merupakan permainan anak-anak yang awalnya digunakan masyarakat Kalimantan Selatan. Kini, permainan ini tidak hanya dimainkan di Kalimantan Selatan, tetapi berkembang dan diwariskan secara turun-temurun di nusantara, salah satunya di Jawa Barat.

Ampar-ampar Pisang bisa dimainkan oleh dua orang, empat orang, hingga enam orang. Permainan Ampar-ampar Pisang ini bisa dimainkan dengan berdiri, bisa pula dengan duduk. Cara bermainnya pun bisa menggunakan tangan, kaki, ataupun tongkat. Cara bermain permainan ampar-ampar pisang yang menggunakan tangan; pada awal mulai permainan kita terlebih dahulu memberikan aba-aba dalam memulai bermain agar dalam memulai permainan harus serempak. Kemudian menepukkan tangan bersama teman main dengan irama sambil menyanyikan lagu Ampar-ampar Pisang, bertepukkan tangan saling bergantian ke teman yang lain, baik yang di depan kita dan di samping kita. Permainan Ampar-ampar pisang lipat kaki, memiliki aturan setiap kali lagu selesai dinyanyikan, maka kaki yang terakhir ditunjuk harus dilipat, demikian hingga tersisa satu kaki, dan orang tersebutlah yang dinyatakan kalah. Permainan Ampar-ampar Pisang yang menggunakan tongkat biasa dimainkan saat pramuka.

Rata-rata teman kuliah saya pernah memainkan permainan tradisonal Ampar-ampar Pisang sewaktu kecil, walaupun daerah asal kami berbeda. Hal itu disebabkan karena permainan ampar-ampar pisang melaui proses transmisi dari daerah awal mula lagunya yaitu Kalimantan Selatan ke wilayah-wilayah nusantara lainnya seperti Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi.

Ternyata lagu Ampar-ampar Pisang yang sering saya nyanyikan sewaktu bermain permainan Ampar-ampar Pisang agak sedikit berbeda dengan lagu Ampar-ampar pisang yang teman saya nyanyikan, padahal kami sama-sama berasal dari Jawa Barat. Hal ini karena Ampar-ampar pisang adalah salah satu sastra lisan yang kami terima sewaktu kanak-kanak, jadi bisa bertransformasi berdasarkan pendengarnya dan apa yang ditangkap pemakainya.

Lagu Ampar-ampar Pisang diciptakan oleh Hamiedan AC. Perbedaan lirik yang biasa saya nyanyikan dengan lagu Ampar-ampar Pisang karya Hamiedan AC, yaitu pertama pada bagian Pisangku balum masak” yang saya dan kawan-kawan saya nyanyikan “Pisangku belum masak”. Yang kedua “Masak sabigi, dihurung bari-bari” saya dan kawan-kawan saya menyanyikan “Masak sebiji, dikurung bari-bari”. Yang ketiga “Margalepok, margalepok” ada yang “Manggalepok, manggalepok” padahal seharusnya “Manggalepo, manggalepok”. Lirik yang “apinya kakurupan” biasa saya dan kawan nyanyikan “apinya cengcurupan” ada juga yang menyanyikan “apinya kesurupan”, dan masih banyak lagi.

Perbedaan-perbedaan lirik lagu Ampar-ampar Pisang yang asli dengan yang biasa saya dan kawan-kawan nyanyikan saat bermain permainan Ampar-ampar Pisang bisa tidak terjadi, bila di sekolah diajarkan permainan-permainan tradisional bersama lagunya, khususnya di tingkat TK (Taman Kanak-Kanak) dan tingkat SD (Sekolah Dasar). Permainan tradisional, contohnya Ampar-ampar Pisang memuat aspek didaktik, diantaranya membuat anak menjadi kreatif, karena permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Selain itu dapat mengembangkan kecerdasan majemuk anak, seperti kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan linguistik, kecerdasan logika, kecerdasan personal, kecerdasan spritual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan iterpersonal.

Permainan ampar-ampar pisang menumbuhkan kecerdasan kinestetik, karena Ampar-ampar pisang menuntut anak untuk bergerak lincah dan serempak. Ampar-ampar pisang menumbuhkan kecerdasan musikal karena saat bermain ampar-ampar pisang, si anak harus sambil menyanyikan lagu Ampar-ampar pisang. Mengembangkan kecerdasan linguistik, karena dalam bermain ampar-ampar pisang menggunakan bahasa verbal yaitu lagu ampar-ampar pisang. Kecerdasan logika, permainan Ampar-ampar pisang menuntut anak untuk bertepuk tangan bersama temannya dengan berirama, jadi menepukkan tangan ke depan sekali, ke atas sekali, ke bawah sekali, ke samping kanan sekali, ke samping kiri sekali, dan seterusnya, anak-anak harus menghitung tepukkannya. Kecerdasan personal dan kecerdasan emosi pada ampar-ampat pisang yaitu menumbuhkan sikap pantang menyerah, dan sportif bila salah ataupun kalah. Kecerdasan interpersonal, Ampar-ampar pisang menumbuhkan sikap empati dengan lawan mainnya, bersosialisasi dengan temannya, dan bekerja sama dengan lawan mainnya agar tercipta gerak dan lagu yang harmonis.

Dengan demikian, permainan tradisional harus ditransmisikan dan diajarkan kepada anak-anak mulai dari usia balita hingga anak-anak tingkat sekolah dasar, agar perkembangan anak menjadi optimal. Pelestarian permainan tradisional adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah daerah diharapkan memperbanyak lahan bermain untuk anak-anak. Depdiknas hendaknya memasukkan permainan tradisional pada kurikulum tingkat sekolah dasar, bisa pada mata pelajaran pendidikan jasmani ataupun pelajaran pendidikan seni budaya.