Kamis, 16 September 2010

BAJAKAN = MAKANAN SEHARI-HARI?

oleh : FITRI NUUR ALIMAH


Manusia dapat melakukan aktivitas karena memiliki energi, dan energi diperoleh dari makanan. Barang-barang bajakan telah menjadi makanan sehari-hari bagi masyarakat. Masyarakat dunia termasuk Indonesia telah disuguhi berbagai macam barang bajakan. Parahnya pembajakan di Indonesia semakin merajalela saja mulai dari film, musik, kaset, CD, DVD, sepatu, tas, desain baju, sampai buku pun di bajak. Mengutip dari TEMPO Interaktif, Indonesia menduduki peringkat keempat dari 20 besar negara dengan tingkat pembajakan piranti lunak (software) tertinggi di dunia, setelah Cina, Vietnam dan Ukrania.

Sekitar bulan November kemarin teman saya mencari kamus KBBI di Palasari, dengan uang 100 ribu rupiah saja dia sudah dapat membawa pulang kamus KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) edisi ketiga dan buku Tata Bahasa Baku Indonesia yang masih baru. Sebaliknya apabila membeli KBBI yang asli, kita harus merogoh kantong cukup dalam, karena harga sebuah KBBI yang asli mencapai 220 ribu rupiah. Harga memang tidak akan menipu. Dari segi kualitas bahan dan hasil cetakannya, kualitas KBBI yang asli sangat berbeda jauh dengan KBBI yang bajakan. KBBI bajakan kertasnya tipis, dari segi cetakannya pun huruf-hurufnya terlihat kurang tegas. Fenomena tersebut cukup memberikan gambaran bahwa law enforcement rezim hak cipta di Indonesia sangat memprihatinkan. Pada surat kabar harian Suara Pembaruan edisi 3 Maret 2005, tingginya pembajakan HAKI di Indonesia membuat Amerika Serikat memasukkan Indonesia dalam peringkat priority watch list. Hal itu menggarkan kesadaran dan kepatuhan hukum sebagian besar masyarakat Indonesia masih rendah.

Pembajakan memberikan berbagai kerugian bagi pencipta, pemerintah, pembajak maupun pembeli. Bagi pencipta yang karyanya dibajak, pasti akan merasa kesal dan marah, karena pengorbanan-pengorbanannya selama membuat karya seakan tidak dihargai, perasaan seperti itu akan menimbulkan perasaan malas untuk membuat karya cipta lagi. Karena dia pikir, untuk apa mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, imajinasi, kreativitas, emosi, suasana batin, dan keahlian dalam menghasilkan suatu karya apabila sulit untuk mendapatkan penghargaan dari masyarakat.

Bagi pemerintah kerugian dari pembajakan adalah menurunnya pendapatan dari pajak yang dihasilkan suatu barang. Seperti yang kita ketahui, uang dari pajak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana di Indonesia. Apabila pendapatan pajak menurun maka rakyat akan merasakan dampaknya juga. Karena seperti prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Pembeli pun sebenarnya mendapatkan kerugian. Pembajakan membuat mental para pembeli menjadi kerdil. Para pembeli barang bajakan seakan menutup mata dan hatinya, mereka hanya tergiur dengan keuntungan yang diperoleh dengan membeli barang bajakan. Dengan harga yang jauh lebih murah, mereka dapat memperoleh apa yang diinginkan. Mereka tidak sadar kalau mereka telah merugikan orang lain.

Kerugian tidak hanya di peroleh oleh penjual, pembeli, dan pemerintah. Pembajak pun mendapatkan kerugian, kerugian di dunia dan akhirat. Di dunia, apabila dia tertangkap basah sedang membajak, maka dia akan di penjara, dan menghabiskan umurnya di penjara. Kerugian yang kedua, karena hartanya diperoleh secara kurang halal, maka umur dan rezekinya tidak akan berkah. Di akhirat, para pembajak sudah tentu akan diminta pertanggungjawaban, karena telah membajak atau mencuri karya orang lain serta menggadakannya demi keuntungan pribadi.

Selain pengaruh negatif dari pembajakan, sebenarnya ada pengaruh positif pembajakan. Coba kita bayangkan, apabila software dan program bajakan tidak beredar dipasaran, mungkin cuma segelintir orang yang memahami komputer. Selanjutnya bangsa Indonesia akan semakin terpuruk, dan akhirnya terbuang zaman. Apabila film dan musik tidak ada bajakannya, mungkin akan ada banyak orang-orang kuper di Indonesia, mereka mungkin hanya akan mengenal sinetron-sinetron kacangan yang ada di TV nasional, yang hanya menampilkan cinta, perselingkuhan, kemewahan, dan permusuhan saja. Dan apabila buku-buku tidak dibajak, para siswa, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia akan kesulitan memperoleh buku-buku berkualitas, bangsa Indonesia akan semakin tertinggal dari bangsa lain.

Pengguna barang-barang bajakan tidak hanya masyarakat kecil dan menengah, tetapi masyarakat kalangan atas pun gemar menggunakannya. Mereka lebih memilih barang bajakan dibandingkan barang yang asli, karena mereka berpikir menurut hukum ekonomi yang mengatakan memperoleh barang dengan harga serendah-rendahnya. Karena kondisi pasar dan kondisi hukum yang mendukung, maka para pembajak semakin giat dan gencar melaksanakan aksinya. Menurut kabar, di negeri China pembajak diberikan hukuman gantung. Di negeri Arab pelaku perbuatan mencuri dipotong tangannya. Apabila hukuman bagi para pembajak di Indonesia hanya masa kurungan dan denda saja, apakah dapat membuat pelaku pembajakan merasa kapok? seharusnya kita memberikan hukuman yang sangat berat bagi pelaku pembajakan. Kita harus lebih membenahi hukum yang ada di negara kita. Negara Indonesia dikenal sebagai negara muslim terbesar di dunia. Seharusnya kita sebagai salah satu negara muslim memberlakukan hukum yang digunakan Islam. Agar para pembajak kapok dan tidak melakukan pembajakan lagi. Kita sadari, akan sulit untuk menjauhi barang-barang bajakan, tapi Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, apabila kaum itu tidak berusaha untuk berubah.

Apa sih yang dapat kita lakukan sebagai mahasiswa untuk memerangi pembajakan, toh barang-barang yang dimiliki mahasiswa pun sebagian adalah bajakan? Tidak banyak yang dapat kita lakukan sebagai mahasiswa untuk memerangi pembajakan, tapi apakah kita harus diam saja melihat pembajakan semakin gila-gilaan menghiasi sudut-sudut mal, jalan-jalan protokol, bahkan di sekolah-sekolah? Kita harus bergerak, jangan diam. Karena diam bukan selalu emas, tetapi diam adalah tunduk pasrah saja.

Pemerintah pun tidak tinggal diam melihat pelanggaran hukum di Indonesia ini. Pembajakan, memperjualbelikan barang bajakan, atau sekadar memamerkan barang bajakan sudah dilarang sejak Indonesia memberlakukan UU No 6/1982. Juga, pada UU No 12/1997 yang kemudian digantikan UU No 19/2002, pelarangan tersebut tetap diberlakukan. Para artis, para pengarang, maupun produsen pun sering melakukan aksi kampanye untuk menolak segala bentuk pembajakan. Tapi, patah satu tumbuh seribu. Indonesia menjadi lahan subur bagi para pembajak.

Daftar Pustaka :
Jasfin, Jani Purnawanty. (2003, 1 Agustus). Tak Menjamin Bebas Barang Bajakan : Pemberlakuan UU Hak Cipta. Jawa Pos. [online]. Tersedia : http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1101524369.

[15 Oktober2007]

Rosyidi, Akhid. ( ). Hukum Membajak Dan Atau Memanfaatkan Barang Bajakan. [online]. Tersedia: http://syariahonline.com/new_index.php/id/4/cn/2730/.

[15 Oktober 2007]

Katonah, Sri. (2005, 27 April). Problem Pembajakan dalam Era Global. Republika. [online]. Tersedia : http://www.sains.org/haki/. [25 Oktober 2007]

Planasari, Sita. (2005, 18 Mei). Indonesia Peringkat Lima Pembajakan Peranti Lunak. Tempo Interaktif. [online]. Tersedia : http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/05/18/brk,20050518-61206,id.html. [25 Oktober 2007]

Itpin. (2006). Inovasi di tengah pembajakan. [online]. Tersedia : http://www.itpin.com/blog/2006/10/03/inovasi-di-tengah-pembajakan/.

[25 Oktober 2007]

Rachmawati, Rina. (2004, 14 Oktober). Indonesia Peringkat Empat Negara Pembajak Piranti Lunak. Tempo Interaktif. [online]. Tersedia : http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/10/14/brk,20041014-15,id.html.

[25 Oktober 2007]

Indung. (2005, 3 Maret). Pembajakan HAKI Masih Tinggi. Suara Pembaruan. [online]. Tersedia : http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1111497066. [25 Oktober 2007]